Fenomena Job Hugging, Mengapa Gen Z dan Milenial Memilih Bertahan di Pekerjaan Mereka?

Selama bertahun-tahun, kita sering mendengar istilah job hopping, kebiasaan sering pindah kerja demi mencari gaji lebih tinggi, pengalaman baru, atau percepatan karier. Namun belakangan ini muncul tren yang justru kebalikannya: job hugging.

Fenomena ini menggambarkan kondisi di mana seseorang memilih bertahan di pekerjaan yang sama, bahkan ketika mereka tidak sepenuhnya puas. Menariknya, tren ini banyak ditemukan pada generasi muda seperti Gen Z dan Milenial, yang sebelumnya dikenal sebagai generasi yang gemar berpindah-pindah pekerjaan.

Apa Itu Job Hugging?

Secara sederhana, job hugging adalah kebiasaan “memeluk” pekerjaan yang sedang dijalani, bukan karena cinta atau kepuasan terhadap pekerjaan tersebut, tetapi karena takut akan ketidakpastian di luar sana.

Menurut Rebecca Houghton, pendiri BoldHR, banyak pekerja bertahan bukan karena mereka mencintai pekerjaannya, melainkan karena rasa cemas terhadap kondisi pasar kerja yang dianggap berisiko. Faktor-faktor seperti dampak pandemi, restrukturisasi perusahaan, hingga kekhawatiran akan peran AI yang bisa menggantikan pekerjaan manusia membuat banyak orang memilih zona aman.

Dari Job Hopping ke Job Hugging

Data dari Australian Bureau of Statistics (ABS) menunjukkan bahwa mobilitas kerja di Australia menurun selama dua tahun berturut-turut, kini berada di angka 7,7%, lebih rendah dibanding masa pandemi yang sempat mencapai 9,6%.

Survei YouGov juga menemukan bahwa 65% pekerja berusia 18–34 tahun lebih memilih bertahan di pekerjaan mereka saat ini, dengan alasan utama adalah stabilitas.

Artinya, generasi yang dulu dikenal fleksibel dan berani mengambil risiko kini lebih berhati-hati dalam membuat keputusan karier.

Mengapa Gen Z dan Milenial Memilih Bertahan?

Fenomena ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama. Ketidakpastian ekonomi, seperti kenaikan biaya hidup, ancaman PHK massal, dan lambatnya pertumbuhan lapangan kerja, membuat banyak orang enggan mengambil risiko pindah kerja. Persaingan kerja yang semakin ketat akibat berkurangnya rekrutmen juga menjadi alasan, ditambah kekhawatiran terhadap perkembangan teknologi AI yang berpotensi menggantikan pekerjaan tertentu, sehingga orang lebih memilih mempertahankan posisi yang sudah mereka kuasai.

Selain itu, kelelahan akibat perubahan terus-menerus dalam beberapa tahun terakhir mendorong pekerja mencari stabilitas demi kesehatan mental. Tidak sedikit pula yang melihat peluang berkembang di internal perusahaan, seperti membangun keahlian mendalam, meraih promosi, atau memegang tanggung jawab lebih besar, sebagai alasan untuk tetap bertahan.

Dampak Positif dan Negatif Job Hugging

Fenomena ini punya dua sisi yang perlu diperhatikan:

Dampak Positif

  • Turnover Lebih Rendah
    Perusahaan bisa menghemat biaya rekrutmen dan pelatihan.
  • Pengalaman dan Keahlian Mendalam
    Pekerja yang bertahan lama bisa menguasai proses dan budaya perusahaan dengan baik.
  • Stabilitas Finansial untuk Pekerja
    Mengurangi risiko kehilangan penghasilan di tengah kondisi ekonomi sulit.

Dampak Negatif

  • Risiko Penurunan Produktivitas
    Pekerja yang bertahan tanpa motivasi bisa kehilangan semangat dan kreativitas.
  • Kurangnya Inovasi
    Minimnya ide segar dari luar bisa membuat perusahaan stagnan.
  • Potensi Burnout
    Bertahan di pekerjaan yang tidak memuaskan dalam jangka panjang bisa memicu stres dan kelelahan mental.

Apa yang Bisa Dilakukan Perusahaan?

Bagi perusahaan, fenomena job hugging adalah peluang sekaligus tantangan. Retensi mungkin lebih mudah, tetapi engagement karyawan harus tetap dijaga. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

  1. Ciptakan Lingkungan Kerja yang Sehat
    Pastikan karyawan merasa dihargai dan didukung.
  2. Berikan Peluang Pengembangan Diri
    Sediakan pelatihan, mentoring, dan jalur karier yang jelas.
  3. Tawarkan Fleksibilitas
    Fleksibilitas jam kerja atau opsi kerja hybrid bisa meningkatkan kepuasan kerja.
  4. Bangun Budaya Keterbukaan
    Dorong komunikasi dua arah agar karyawan merasa suaranya didengar.

Bagaimana Menghindari Terjebak?

Bagi pekerja, bertahan di satu pekerjaan bukan masalah selama itu adalah pilihan sadar, bukan karena terjebak rasa takut. Beberapa tips untuk menghindari “jebakan” job hugging:

  • Evaluasi Kepuasan Kerja Secara Berkala
    Tanyakan pada diri sendiri apakah pekerjaan ini masih sejalan dengan tujuan hidup dan karier.
  • Kembangkan Keahlian Baru
    Jangan berhenti belajar, meski tidak berencana pindah kerja dalam waktu dekat.
  • Bangun Jaringan Profesional
    Tetap terhubung dengan komunitas industri untuk membuka peluang di masa depan.
  • Siapkan Rencana Cadangan
    Memiliki tabungan dan rencana karier alternatif bisa memberi rasa aman.

Masa Depan Job Hugging

Fenomena job hugging kemungkinan akan bertahan selama kondisi ekonomi global masih penuh ketidakpastian. Namun begitu pasar kerja membaik, para “job hugger” bisa saja kembali menjadi “job hopper”.

Bagi perusahaan, ini berarti penting untuk membangun loyalitas yang tulus, bukan sekadar loyalitas karena rasa takut. Bagi pekerja, ini adalah pengingat untuk selalu menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan diri.

Kesimpulan

Job hugging adalah cerminan dari zaman yang penuh ketidakpastian. Gen Z dan Milenial, yang dulu dikenal berani mengambil risiko, kini lebih memilih bertahan demi keamanan.

Fenomena ini bukan sekadar tren, tetapi sinyal bahwa dunia kerja sedang berubah. Stabilitas kini menjadi nilai jual utama, baik bagi pekerja maupun perusahaan. Namun bertahan bukan berarti berhenti berkembang, justru di sinilah tantangannya: bagaimana tetap tumbuh, belajar, dan berkontribusi, meski memilih untuk “memeluk” pekerjaan yang ada.

Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments